Hallo, Selamat Datang!

HMTL UII

Himpunan Mahasiswa Teknik Lingkungan Universitas Islam Indonesia Salam Lestari

Wednesday, October 25, 2017

بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم

Perspektif: Memahami Konsep Pembangunan dalam Islam



    
source image: dope.ws




Pembangunan masih menjadi tema yang tak habis dibicarakan terutama di akhir-akhir ini. Banyak yang mempermasalahkan pembangunan yang ada, mulai dari tujuan hingga dampak-dampak yang ditimbulkan di kemudian hari. Hingga muncul gagasan konsep pembangunan berkelanjutan, namun masih menjadi perdebatan yang ‘kebetulan’ juga berkelanjutan.

Dalam mengkaji permasalahan ini, harus kita telusuri dan cari tahu bersama apa itu konsep, prinsip dan cabang untuk mencapai suatu kesepahaman dalam berpikir. Dalam "The classical theory of concepts" Aristoteles menyatakan bahwa konsep merupakan penyusun utama dalam pembentukan pengetahuan ilmiah dan filsafat pemikiran manusia. Secara sederhana konsep merupakan sebuah abstraksi, yang merupakan suatu ide yang dibangun dari dasar pengetahuan dengan berbagai macam karakteristik.

Sedang dalam Islam prinsip dan cabang merupakan hal yang berkaitan dan penting, dimana prinsip didefinisikan sebagai suatu hukum yang pokok atau esensi yang bersifat universal dan berasal dari hukum-hukum dasar. Sedangkan cabang merupakan suatu tindak lanjut dari prinsip yang sudah ada. Dalam pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa cabang bersifat lebih elastis dan dapat dipengaruhi oleh factor di luar prinsip seperti halnya sosial budaya, kondisi demografis, dan faktor-faktor lainnya, dengan tetap memenuhi syarat-syarat dari suatu prinsip. Sebagai contoh yang paling sederhana, salah satu prinsip dalam ajaran Islam yaitu umat Islam diperintahkan untuk menutup aurat dalam melaksanakan sholat, dimana masing-masing orang memiliki cara berbeda dalam menutup aurat mereka, ada yang menggunakan sarung, gamis, bahkan celana panjang, dan tidak ada yang salah dari ketiganya, dimana pilihan-pilihan tersebut merupakan cabang. Pilihan yang beragam dalam menutup aurat tersebut tidaklah salah, dan merupakan bagian dari upaya untuk memenuhi hukum dasarnya dalam hal ini menutup aurat. Sangat jelas bahwa prinsip merupakan hukum yang sangat dasar, dengan cabang berupa pilihan-pilihan dalam penunaiannya yang bersifat sangat teknis, kontekstual, dan berkaitan dengan factor budaya.

Sehingga, dalam membicarakan pembangunan harus dibedakan antara prinsip dan cabang, antara esensi dan budaya. Yang menjadi fokus dalam pembangunan adalah cara pandang kita dalam membedakan hal yang prinsip dan cabang, tentang apa yang disebut dengan konsevatif dan sustainability (keberlanjutan).

“Bukan yang sedikit kesalahannya, melainkan yang lebih banyak kebenarannya demi kemaslahatan dan dapat memperbaiki kesalahan yang ada.”

Seperti konsekuensi dalam membangun, pada dasarnya tidak ada membangun tanpa merusak terlebih dahulu. Dalam analogi sederhana, saat kita membangun rumah untuk kepentingan bersama, kita membutuhkan lahan, membutuhkan logistic seperti kayu yang mengharuskan kita menebang pohon, membutuhkan material lain yang kebanyakan berasal dari mineral dan mineral-mineral ini didapatkan dari adanya pertambangan, dll. Dalam analogi rumah tersebut yang harus menjadi focus untuk kita hadapi adalah bagaimana caranya rumah itu nantinya ramah, bukan malah menentang untuk membangun karena takut dan khawatir nantinya tidak ramah. Merupakan sebuah kemunduran dan kemalasan dalam mengoptimalkan akal dan wewenang yang telah diberikan oleh Sang Pencipta.

Manusia diberikan kemampuan yang luar biasa esensial dibandingkan dengan mahluk ciptaan lain yaitu kemampuan dalam berabstraksi, melakukan formulasi dan mewujudkannya dalam aksi yang merupakan bagian dari hal prinsip yang disebut sebagai akal. Selain itu manusia telah diberikan kepercayaan luar biasa sebagai satu-satunya mahluk yang diberi amanah dari Sang Pencipta (dan menerima) untuk manjadi khalifah di bumi ini.

Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi". Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui" [Al-Baqarah (2): 30]

Seperti yang telah disampaikan sebelumnya, dalam membangun tentu tidak lepas dari ‘merusak’ terlebih dahulu dan hal tersebut sudah menjadi satu kesatuan dengan konsep membangun dengan pelakunya adalah kita (manusia). Sudah selayaknya manusia megolah bumi ini, memanfaatkan sebagaimana mestinya, dengan ukuran akal yang telah diberikan. Kita diharuskan membangun akan tetapi tetap menjaga, mengupayakan bagaimana demi kepentingan bersama bisa mengeksplorasi dan mengelola apa yang telah disediakan di bumi ini dengan pembangunan yang mengusung konsep berkelanjutan. Dalam artian lain adalah cara kita memenuhi hal prinsip (menjaga kelestarian alam) dengan hal-hal cabang (rekayasa lingkungan, dll) dalam melakukan pembangunan, bukan malah menunjukkan ketakutan dan kekhawatiran berlebihan dengan perilaku konservatif yang kaku yang lebih sering saya  sebut sebagai kemalasan dalam menggunakan akal dan kemampuan yang ada. Menyia-nyiakan yang ada. Terutama sebagai seorang insinyur lingkungan, sangat tidak layak.

“Mereka yang berhasil adalah mereka yang lebih caranya, dan mereka yang menuju kegagalan adalah mereka yang lebih alasannya.”

Cahyo Widoko Laksono, 5 Oktober 2017

Teknik Lingkungan UII- 2014

0 komen:

Gedung FTSP UII, Jln. Kaliurang KM 14, Sleman, Yogyakarta
082280705508 (INFOKOM)
081806698002 (HUBLU)

SEND US A MESSAGE