SARJANA DIATAS SARJANA
Ilustrasi : Wisuda UII tahun 2010-2011 |
Perkuliahan merupakan sarana pendidikan tingkat atas guna mencetak intelektual muda yang kreatif, innovatif, dan pembaharu. Model pendidikan dengan ciri khas masing-masing universitas dalam mengemas sistem menjadi daya tarik tersendiri . Budaya bersaing secara sehat baik dalam hardskill maupun pengembangan softskill menjadi hiasan keseharian untuk mewujudkan tujuan tertentu.
Perjalanan ini
secara fakta dilakukan oleh para mahasiswa pencari ilmu guna mematangkan
pemikirannya. Lebih kurang selama empat tahun bahkan lebih para pencari ilmu
tersebut berkutat dengan kegiatan sehari-hari yaitu bermesraan bersama teori,
bercengkrama dengan analisis, dan berta’aruf pada disiplin ilmunya di dunia
nyata. Kebersamaan itulah yang membuat para aktor pemimpin bangsa berproses dan
secara husnuzon pasti mereka
menginginkan amanah oleh ilmunya dan berguna bagi bangsanya. Setidaknya para
punggawa muda itu tahu bahwa ilmu berasal dari Sang Ilahi diturunkan melalui
sekelompok masyarakat dan di implementasikan kembali oleh kepentingan masyarakat.
Hal inilah yang perlu dipahami agar mindset kuliah hanya mencari tuangan tinta
rektor di sehelai kertas dan acc dari dosen pembimbing untuk bisa dibawanya
memakai baju serba hitam dan topi segilima tidak menjadi kejaran semata. Bukan
hanya sekedar penambahan gelar di belakang nama asli akan tetapi sudah seharusnya
mengerti tentang amanah yag akan dijalani.
Beragam cara
dilakukan setelah calon intelektualis muda di baiat menjadi sarjana atau sebenar-benarnya intelektualis. Sebagian
dari mereka ada yang mempunyai angan ingin bekerja di suatu perusahaan nan
megah, menjadi bagian dari negara, atau berwirausaha. Hal demikian sangatlah
wajar dikarenakan setiap orang memiliki mimpi masing-masing. Titik berat yang
perlu diingat adalah selalu amanah terhadap ilmu yang didapat dan tahu apakah itu
berdampak buruk atau baik. Tidak hanya sekedar mengais rejeki akan tetapi
tanggung jawab keilmuan tertanam di dalam diri.
Sudah seharusnya kampus dan
lembaga mahasiswa menerapkan kurikulum pendidikan untuk menajamkan nilai
integritas dan suara hati. Jangan hanya berfikir praktis tanpa merumuskan
tujuan sistesmatis, mungkin itulah penyebab lahirnya intelektual apatis. Konsep-
konsep seorang berpendidikan yang berani, mumpuni, dan mengabdi untuk kebenaran
yang hakiki perlu ditingkatkan, guna membangun generasi bermental baja dan
tidak korupsi. Produk “PKB” (Pinter, Kober, Bener) dalam istilah Jawa mempunyai
makna tajam dimana seorang intelektualis harus pintar dalam segi apapun, amanah
untuk mendedikasikan ilmunya, dan benar dalam bertindak.
Konsepsi selanjutnya
kita sebagai generasi penguat NKRI sudah semestinya sebagai agen “PPP”
percontohan, pendidikan, dan pengawasan di dalam elemen apapun. Berdaulat
sebagai role model di tengah-tengah masyarakat atau di lingkungan pekerjaan
untuk tujuan kebenaran. Maka dari itu, perlu semuanya mawas diri, apa yang
sudah kita berikan kepada sekitar kita? Dan apa apa langkah selanjutnya untuk
menjadi aparatur jihad negara untuk menjadikan NKRI bagai harimau dan singa
yang tajam taringnya?. Mari kita lakukan bersama sesuai dengan konteks keahlian
dan kemahiran masing-masing.
Penulis : Maulana Arif Rahman Hakim (TL 12)
0 komen: