Kemandirian Pengelolaan Sampah harus diterapkan untuk Indonesia Bebas Sampah 2020
Kader
lingkungan dan pengelola bank sampah Bintang Mangrove Gununganyar, Surabaya,
menunjukkan sampah plastik yang terkumpul. Foto: Petrus Riski
|
Siti Nurbaya
menyebutkan, volume sampah di Indonesia mencapai 65 juta ton setahun, yang
komposisinya didominasi sampah organik 60 persen, dan sampah plastik 14 persen
yang terus meningkat. Sumber utama sampah masih disumbang rumah tangga, pasar
tradisional, dan perkantoran. “Kondisi ini menjadi
perhatian serius pemerintah. Indonesia sedang menjadikan pariwisata sebagai
salah satu program prioritas, 10 destinasi wisata mayoritas meliputi pantai dan
laut.”
Siti Nurbaya mengatakan,
pengelolaan sampah merupakan tanggung jawab pemerintah daerah sesuai mandat UU
18 Tahun 2008, namun secara nasional perlu mendapat dukungan dan upaya nasional
untuk menanganinya. Termasuk, uji coba pengurangan kantong belanja plastik
berbayar di supermarket dan perbelanjaan moderen pada 2016.
“Saat ini sedang
finalisasi regulasi pengurangan kantong belanja plastik, dan pengurangan sampah
kemasan yang akan diterapkan di pusat perbelanjaan moderen dan pasar rakyat,”
tuturnya.
Peringatan Hari Peduli
Sampah Nasional di Surabaya, 28 Februari 2017 itu, diawali bersih sampah di
pantai Kenjeran, melibatkan 16.000 orang, dengan jumlah sampah terkumpul
sekitar 10 ton.
Tidak hanya di Surabaya,
kegiatan bersih sampah selama Februari 2017, juga dilakukan di 226 Kabupaten
dan Kota di 34 Provinsi seluruh Indonesia. Kegiatan seperti ini diharapkan
dapat terus dilanjutkan di daerah-daerah, sebagai upaya mewujudkan Indonesia
Bebas Sampah 2020.
Pengelolaan mandiri
Kota Surabaya meraih
penghargaan tertinggi bidang kebersihan 2016 dengan menyabet piala Adipura
Paripurna, untuk kategori Kota Metropolitan. Adipura ini yang ke tujuh
diterima berturut. Pada 2015, Surabaya mendapatkan penghargaan Adipura
Kencana, karena dinilai unggul dan mampu menciptakan inovasi, terutama dalam
hal pemanfaatan tempat pembuangan akhir sebagai sumber energi (waste
to energy).
Tri Rismaharini, Wali
Kota Surabaya mengatakan, Kota Surabaya telah melakukan program pengurangan
sampah mulai dari sumbernya yaitu rumah tangga, hotel, kampus, sekolah dan
pasar. Adopsi 3R, yaitu reduce, reuse, dan recycle. Setiap hari, Surabaya
menghasilkan sampah hingga 1.500 ton, yang sebagian besar berakhir di TPA
Sampah Benowo. Upaya pengurangan volume sampah dimulai dari rumah tangga yang
diolah menjadi pupuk kompos, kerajinan tangan, hingga bernilai ekonomi. “Gerakan mengolah sampah
mandiri sudah dijalankan di Surabaya. Program ini melibatkan ibu rumah tangga
dan kader lingkungan untuk memilah dan mendaur ulang sampah sesuai
peruntukannya,” ujar Risma.
Cara ini, diakui Risma
mampu mengurangi volume sampah hingga 300 ton per hari. Pengurangan volume
sampah juga dilakukan di pasar-pasar tradisional. Sampah organik ditempatkan
tersendiri, yang diolah menjadi pupuk organik atau kompos. Sedangkan sampah
anorganik dimanfaatkan kembali atau dijual kepada pengepul. “Beberapa tahun
ini, kami sudah menurunkan sampah yang masuk ke TPA Benowo, 10 hingga 20
persen.”
Walikota Surabaya Tri Rismaharini bersama pelajar membersihkan sungai dari sampah plastik. Foto: Petrus Riski |
Pengelolaan sampah
mandiri juga dilakukan melalui bank-bank sampah, yang tersebar di hampir
seluruh kecamatan di Surabaya. Warga yang membawa sampah plastik, kertas atau
yang bisa dijual disisihkan, dihargai oleh bank sampah. Bahkan, ada yang
menggunakan sampah untuk membayar listrik PLN melalui bank sampah.
Surabaya juga memiliki
rumah kompos yang mengubah sampah organik menjadi pupuk untuk merawat taman dan
hutan kota. Tempat pembuangan sampah terpadu di Jambangan, mampu menghasilkan
20 ton kompos per hari. “Bahkan dua rumah kompos
di Wonorejo dan Bratang, sudah menghasilkan listrik dari sampah dengan proses
gasifikasi, masing-masing 8.000 dan 6.000 Watt yang dipakai untuk penerangan
taman dan jalan sekitar,” ujar Risma.
Pengolahan sampah
menjadi listrik di TPA Benowo menurut Risma, telah mampu menjual listrik ke PLN
hingga 2 mega watt. Bahkan, akan dilanjutkan hingga awal 2019, sebesar 11 mega
watt per hari. Untuk mencegah polusi, Pemerintah Kota Surabaya bersama
Pemerintah Provinsi Jawa Timur telah menyiapkan green
belt di sekitar TPA. Fungsinya, sebagai penyaring polusi dan bau kurang
sedap. “Kami sudah tidak lagi punya masalah dengan TPA Benowo, akan ada green
belt seluas 37 hektare sebagai hutan kota yang melindungi permukiman
sekitar,” ungkap Walikota Surabaya ini.
Lima
aspek
Koordinator Komunitas
Nol Sampah, Hermawan Some mengatakan, ada lima aspek pengelolaan sampah yang
harus dilakukan, yaitu peraturan, kelembagaan, partisipasi masyarakat,
pembiayaan, dan teknologi. Aspek pembiayaan, sering
menjadi kendala sebuah kota mengatasi masalah sampah, karena APBD di
banyak daerah tidak signifikan. Padahal penanganan dan pengelolaan sampah
membutuhkan biaya besar, karena diperlukan peralatan dan teknologi yang tidak
murah. “Yang tidak kalah
penting adalah partisipasi masyarakat agar beban pemerintah berkurang,”
tuturnya baru-baru ini.
Indonesia telah memiliki
Undang-undang (UU) Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah juga
Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2012 yang telah diundangkan 15 Oktober
2012. “Daerah harus mulai bergerak dengan membuat peraturan daerah yang fokus
pada penanganan sampah.”
Selain pemerintah dan
masyarakat, produsen atau perusahaan penghasil produk kemasan, punya tanggung
jawab juga yaitu extended
producer responsibility (EPR), menarik kembali kemasannya
atau mendaur ulang. “Korea Selatan, sebelum
EPR dijalankan, hanya bisa mengolah sampah 27 persen. Setelah kewajiban EPR
digulirkan mencapai 81 persen. Kita berharap pemerintah serius menggarapnya dan
Surabaya bisa mencapai targetnya sebagai kota bebas sampah di 2020 nanti,” jelasnya.
0 komen: